Ibadah puasa Ramadhan memiliki kedudukan tersendiri di sisi Allah SWT. Allah SWT akan memberikan pahala berlipat ganda sesuai dengan kualitas puasa yang dilakukan seorang hamba.
Semakin tinggi kualitas puasa hamba tersebut, maka semakin besar pula pahala yang ia dapatkan. Puasa dengan kualitas tinggi adalah puasa yang tidak sekadar menahan lapar dan dahaga. Rasulullah SAW bersabda, ”Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thabraniy)
Apa makna di balik ini semua? Mengapa orang tersebut tidak mendapatkan apa-apa dari amalan ibadah puasa kendati telah susah payah menahan lapar dan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari?
Setiap muslim yang sedang menunaikan ibadah puasa harus senantiasa mengingat bahwa ibadah puasa yang sedang ia jalani bukan sekadar untuk menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari, tetapi harus pula menjaga lisan dan seluruh anggota badan lain dari segala yang dilarang Allah SWT. Namun, bukan berarti ketika tidak sedang menjalankan ibadah puasa kita boleh melakukan hal-hal yang dilarang Allah SWT. Maksud dari hal ini adalah bahwa ancaman perbuatan maksiat itu lebih berat bila dilakukan pada saat menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini. Karena itu, ada tiga hal penting yang perlu kita perhatikan saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan agar memperoleh balasan dan keutamaan-keutamaan sebagaimana janji Allah SWT.
Pertama, setiap muslim harus membangun ibadah puasa di atas iman kepada Allah SWT dengan semata-mata hanya untuk mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau sekadar ikut-ikutan orang lain. Jika puasa kita jalani dengan ikhlas, insya Allah kita akan mendapatkan pahala, dan terlebih dapat meraih tujuan utama dari puasa, yaitu meningkatnya ketakwaan kepada Allah. Namun, jika puasa kita tidak ikhlas dan hanya untuk tujuan-tujuan duniawi semata, maka yang kita dapat hanya rasa lapar dan dahaga saja. Mengenai hal ini Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan bagi setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, menjaga anggota badan dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT, seperti menjaga lisannya dari dusta, gibah, gosip, dan lain-lain. Rasulullah SAW bersabda mengenai hal ini, ”Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah SWT tidak peduli dia meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari)
Ketiga, bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas segala bentuk ejekan dan hinaan yang ditujukan kepadanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ”Puasa adalah tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti, maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (HR. Muslim)
Dari tiga uraian di atas kita dapat memetik hikmah bahwa sesungguhnya puasa itu merupakan wahana pelatihan bagi kita kaum muslim agar terbiasa taat kepada Allah SWT dan memiliki akhlak mulia dalam diri. Puasa itu ibarat sebuah pakaian bagi kita. Jika kita selaku pengguna pakaian menjaganya dari noda dan kotoran, maka tentu pakaian tersebut akan memperindah penampilan kita. Demikian pula ibadah puasa, kita tidak akan mendapatkan faedah apa-apa dari ibadah puasa yang kita jalani apabila kita tidak mampu menjaga diri dari hal-hal yang dapat mengurangi atau menghilangkan pahala puasa.
Harus diakui bahwa masih banyak di antara kita yang terjebak pada rutinitas ibadah puasa semata. Puasa tidak lain sekadar menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Selebihnya, tetap bersikap merugikan orang lain, bermalas-malasan, dan tindakan-tindakan lain yang hanya memuaskan hawa nafsu pribadi.
Untuk itu, saya ingin mengajak kita semua untuk menjadikan ibadah puasa Ramadhan sebagai momentum untuk mengubah pola pikir (mindset) tersebut. Jangan biarkan diri kita terjebak dalam kesenangan sesaat.
Semakin tinggi kualitas puasa hamba tersebut, maka semakin besar pula pahala yang ia dapatkan. Puasa dengan kualitas tinggi adalah puasa yang tidak sekadar menahan lapar dan dahaga. Rasulullah SAW bersabda, ”Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thabraniy)
Apa makna di balik ini semua? Mengapa orang tersebut tidak mendapatkan apa-apa dari amalan ibadah puasa kendati telah susah payah menahan lapar dan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari?
Setiap muslim yang sedang menunaikan ibadah puasa harus senantiasa mengingat bahwa ibadah puasa yang sedang ia jalani bukan sekadar untuk menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari, tetapi harus pula menjaga lisan dan seluruh anggota badan lain dari segala yang dilarang Allah SWT. Namun, bukan berarti ketika tidak sedang menjalankan ibadah puasa kita boleh melakukan hal-hal yang dilarang Allah SWT. Maksud dari hal ini adalah bahwa ancaman perbuatan maksiat itu lebih berat bila dilakukan pada saat menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini. Karena itu, ada tiga hal penting yang perlu kita perhatikan saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan agar memperoleh balasan dan keutamaan-keutamaan sebagaimana janji Allah SWT.
Pertama, setiap muslim harus membangun ibadah puasa di atas iman kepada Allah SWT dengan semata-mata hanya untuk mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau sekadar ikut-ikutan orang lain. Jika puasa kita jalani dengan ikhlas, insya Allah kita akan mendapatkan pahala, dan terlebih dapat meraih tujuan utama dari puasa, yaitu meningkatnya ketakwaan kepada Allah. Namun, jika puasa kita tidak ikhlas dan hanya untuk tujuan-tujuan duniawi semata, maka yang kita dapat hanya rasa lapar dan dahaga saja. Mengenai hal ini Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan bagi setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, menjaga anggota badan dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT, seperti menjaga lisannya dari dusta, gibah, gosip, dan lain-lain. Rasulullah SAW bersabda mengenai hal ini, ”Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah SWT tidak peduli dia meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari)
Ketiga, bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas segala bentuk ejekan dan hinaan yang ditujukan kepadanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ”Puasa adalah tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti, maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (HR. Muslim)
Dari tiga uraian di atas kita dapat memetik hikmah bahwa sesungguhnya puasa itu merupakan wahana pelatihan bagi kita kaum muslim agar terbiasa taat kepada Allah SWT dan memiliki akhlak mulia dalam diri. Puasa itu ibarat sebuah pakaian bagi kita. Jika kita selaku pengguna pakaian menjaganya dari noda dan kotoran, maka tentu pakaian tersebut akan memperindah penampilan kita. Demikian pula ibadah puasa, kita tidak akan mendapatkan faedah apa-apa dari ibadah puasa yang kita jalani apabila kita tidak mampu menjaga diri dari hal-hal yang dapat mengurangi atau menghilangkan pahala puasa.
Harus diakui bahwa masih banyak di antara kita yang terjebak pada rutinitas ibadah puasa semata. Puasa tidak lain sekadar menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Selebihnya, tetap bersikap merugikan orang lain, bermalas-malasan, dan tindakan-tindakan lain yang hanya memuaskan hawa nafsu pribadi.
Untuk itu, saya ingin mengajak kita semua untuk menjadikan ibadah puasa Ramadhan sebagai momentum untuk mengubah pola pikir (mindset) tersebut. Jangan biarkan diri kita terjebak dalam kesenangan sesaat.
0 comments:
Post a Comment