Pengamat pendidikan, Daniel M Rosyid, mengkritik Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang bersikeras melanjutkan kebijakan Ujian Nasional (UN). Hal itu dibuktikan dengan digelarnya Lokakarya Manajemen Penyelenggaraa UN 2012 akhir pekan lalu di kantor Kemendiknas.
Dengan begitu, kata dia, pelaksanaan UN 2012 tetap dijadikan alat pemetaan mutu dan evaluasi hasil belajar siswa. Menurut Daniel, jika masih ikut menentukan kelulusan siswa, sebaiknya bobot UN diperkecil menjadi maksimal 20 persen. Sisanya ditentukan evaluasi belajar oleh dewan guru sekolah masing-masing, terutama yang terakreditasi.
Tentu saja penilaiannya secara komprehensif, multi-ranah, dan multi-cerdas. “Ini agar kompetensi belajar siswa dan kelulusannya tidak hanya ditentukan dari nilai UN saja,” ujar Daniel kepada Republika, Senin (26/9).
Jika bobot UN masih di atas 50 persen, ia khawatir hasil UN 2012 bahkan tidak bisa digunakan sebagai peta mutu untuk menilai kualitas pendidikan nasional. Hal itu karena pelaksanaan UN dinilainya penuh kecurangan sistemik. Lagian, sebut dia, proses pembelajaran dengan model tersebut mengabaikan karakter siswa.
“Kemendiknas harus buka mata dan telinga mendengar kritikan ini,” harap Penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur tersebut.
Dengan begitu, kata dia, pelaksanaan UN 2012 tetap dijadikan alat pemetaan mutu dan evaluasi hasil belajar siswa. Menurut Daniel, jika masih ikut menentukan kelulusan siswa, sebaiknya bobot UN diperkecil menjadi maksimal 20 persen. Sisanya ditentukan evaluasi belajar oleh dewan guru sekolah masing-masing, terutama yang terakreditasi.
Tentu saja penilaiannya secara komprehensif, multi-ranah, dan multi-cerdas. “Ini agar kompetensi belajar siswa dan kelulusannya tidak hanya ditentukan dari nilai UN saja,” ujar Daniel kepada Republika, Senin (26/9).
Jika bobot UN masih di atas 50 persen, ia khawatir hasil UN 2012 bahkan tidak bisa digunakan sebagai peta mutu untuk menilai kualitas pendidikan nasional. Hal itu karena pelaksanaan UN dinilainya penuh kecurangan sistemik. Lagian, sebut dia, proses pembelajaran dengan model tersebut mengabaikan karakter siswa.
“Kemendiknas harus buka mata dan telinga mendengar kritikan ini,” harap Penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur tersebut.
0 comments:
Post a Comment